INOVASI KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN
A. Pengertian Inovasi
Inovasi dapat diartikan
sebagai sesuatu yang baru dalam situasi social tertentu yang digunakan untuk
menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari bentuk atau wujudnya
“sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan.
Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bias benar-benar baru
yang belum tercipta sebelumnya yang kemudian disebut denan invention, atau
dapat juga tidak benar-benar baru sebab sebelumnya sudah ada dalam konteks
social yang lain yang kemudian disebut dengan istilah discovery. Proses
invention, misalkan penerapan metode atau pendekatan pembelajaran yang
benar-benar baru dan belum dilaksanakan di mana pun untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pembelajaran, contohnya berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi kita dapat mendesain pembelajaran melalui Hand Phone yang
selama ini belum ada, sedangkan proses discovery, misalkan pemggunaan model pembelajaran inkuiri dalam
pembelajaran IPA di Indonesia untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam
mata pelajaran tersebut, yang sebenarnya model pembelajaran tersebut sudah
dilaksanakan di negara-negara lain, atau pembelajaran melalui jaringan
internet. Jadi dengan demikian inovasi itu dapat terjadi melalui proses
invention atau melalui proses discovery.
Merujuk kepada
penjelasan diatas, maka inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan
sebagai suatu ide, gagasan atau tindakan-tindakan tertentu dalam bidang
kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah
pendidikan.
Dalam bidang
pendidikan, inovasi biasanya muncul dari adanya keresahan pihak-pihak tertentu
tentang penyelenggaraan pendidikan. Misalkan, keresahan guru tentang
pelaksanaan proses belajar mengajar yang dianggapnya kurang berhasil keresahan
pihak administrator pendidikan tentang kinerja guru atau mungkin keresahan
masyarakat terhadap kinerja dan hasil bahkan sistem pendidikan.
Keresahan-keresahan itu pada akhirnya membentuk permasalahan-permasalahan yang
menuntut penanganan dengan segera. Upaya untuk memecahkan masalah itulah muncul
gagasan dan ide-ide baru sebagai suatu inovasi. Dengan demikian, maka dapat
kita katakan bahwa inovasi itu ada karena adanya masalah yang dirasakan, hampir
tidak mungkin inovasi muncul tanpa adanya masalah yang dirasakan.
B.
Masalah
pendidikan sebagai sumber inovasi
Ada beberapa masalah
yang dihadapi dunia pendidikan kita. Sekalipun telah diberlakukannya otonomi
daereh sebagai konsekuansi penerapan undang-undang nomor 22 tahun 1999,
permasalahan itu tampaknya akan tetap ada, bahkan akan semakin kompleks.
Masalah tersebut adalah masalah relevansi, masalah kualitas, masalah
efektivitas dan efisiensi, masalah daya tamping sekoloah yang terbatas.
1.
Masalah relevansi
pendidikan
Maka
yang dimaksud dengan tuntutan dan harapan. Dalam konteks pendidikan, relevansi
adalah kesesuaian antara pelaksanaan dan hasil pendidikan deengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat. Masalah relevansi pendidikan ini dapat dilihat dari tiga
sisi: pertama, relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup
siswa, artinya apa yang diberikan disekolah harus sesuai dengan kondisi,
kebutuhan dan tuntutan masyarakat tempat siswa tinggal. Selama ini kurikulum
kita dianggap kurang menyentuh kebutuhan dan keasaan atau kondisi lingkungan
siswa. Oleh karena itu, penerapan kurikulum muatan local merupakan sesuatu
inovasi dalam kbidang pendidikan untuk memecahkan masalah tersebut. Melalui
kurikulum muatan likal, diharapkan apa yang diberikan di sekolah akan menjadi
relevan dengan kebutuhjab dan tuntutan ligkungan hidup siswa.
Kedua,
relecansi pendidikan dengan tuntutan kehidupan siswa baik untuk masa ekarang
maupun masa yang akan dating. Relevansi ini mengandung pengertian bahwa isi
kurikulum harus mampu menjawab kebutuhan siswa pada masa yang akan dating.
Pendidikan bukan hanya berfungsi untuk mengawetkan kebudayaan masa lalu, akan
tetapi juga utuk mempersiapkan siswa agar kelak dapat hidup menyesuaikan dengan
tuntutan zaman. Oleh karena itu, apa yang diberikan di sekolah harus teruji,
bahwa semua itu memiliki nilai guana untuk kehidupan siswa di masa yang akan
dating.
Ketiga,
relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja. Relevansi ini mengandung
pengertian bahwa sekolah memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan anak didik
yang memiliki keterampilah dan kemampuan sesuat dengan tuntutan dunia kerja.
Seperti yang telah disinggunga dalam bagian terdahulu, bahwa salah satu asas
pengembangan kurikulum adalah asas sosiologis yang mengandung makna, bahwa kurikulum
harus memerhatikan tuntutan dan kebutuhanmasyarakat termasuk tuntutan dunia
kerja. Pendidikan berfungsi untuk mendidik manusia yang produktif, yang mampu
bekerja dalam bidangnya masing-masing. Pada saat ini seiring dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi begitu banyak bidang-bidang keterampilan yang
harus dimiliki anak didik. Dan pada keyataaya salah satu kritikan yang muncul
kepermukaan dewasa ini adalah bahwa pendidikan kita dianggap masih sangat lemah
dalam mempersiapkan tenaga kerja yang terampil sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan dunia kerja.
Untuk
menjawab masalh ini, inovasi pendidikan telah banyak di lakukan. Misalnya,
penerapan siseem ganda untuk sekolah-sekolah kejuruan. Melalui system ini siswa
tidak hanya dibekali dengan teori-teori akan tetapi dalam kurun waktu tertentu,
mereka diharuskan melakukan magang di berbagai tempat seperti pusat-pusat
industry yang akan menyerap mereka sebagai tenaga kerja. Dengan system ini
deharapkan manakala mereka lulus kelak, mereka sudah paham apa yang harus
dikerjakan.
2.
Masalah kualitas pendidikan
Selain
masalah relevansi, maka rendahnya kualitas pendidikan juga dianggap sebagai
suatu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita dewasa ini. Rendahnya
kualitas pendidikan ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dari segi proses
dan kedua dari segi hasil.
Rendahnya
kualitas pendidikan dilihat dari sisi
proses, adalah adanya anggapan bahwa selama ini proses pendidikan yang
dibanyun oleh guru dianggap cenderung terbatas pada penguasaan materi pelajaran
atau bertumpu pada megembangan aspek kognitif tingkat rendah, yang tidak mampu
mengembangkan kreativitas berpikir proses pendidian atau proses belajar
mengajar dianggap cenderung menempatkan siswa sebagai objek yang harus diisi
dengan berbagai informasi dan bahan-bahan hafalan. Komunikasiterjadi satu arah,
yaitu dari guru ke siswa melalui pendikatan ekspositori yang dijadikan sebagai
alat utama dalam proses pembelajaran.
Dari
sisi hasil, rendahnya kualitas
pendidikan dapat dilihat dari tidak meretanya setiap sekolah dalam mencapai
rata-rata Nilai Ujian Nasional. Ada sekolah yang dapat mencapai rata-rata UN
yang tinggi, namun di lain pihak banyak sekolah yang mencapai UN jauh dibawah
standar.
Beberapa
usaha yang dilakukan untuk memecahkan masalh tersebut diantaranya dingan
meningkatkan kualitas guru dan perbaikan kurikulum, seta menyediakan berbagai
sarana dan prasarana yang lebih lengkap dan dinggap memadai. Peningkatan
kualitas atau mutu guru, di antaranya dengan meningkatkan latar belakang
akademis mereka melalui pemberian kesempatan untuk mengikuti program-program
pendidikan, serta memberikan penataran-penataran dan pelatihan-pelatihan. Untuk
guru SD, SMP, dan SMA misalkan, mereka diharuskan berlatar belakang akademisi
S1.
Perbaikan
kurikulum dilakukan bukan hanya membuka kemungkinan penambahan isi kurikulum
sesuai dengan kebutuhan lingkungan masyarakat likal, akan tetapi juga inovasi
pelaksanaan proses pembelajaran dengan memperkenalkan penggunaan pendekatan
Cara Belajar Siawa Aktif (CBSA), pendekatan keterampilan proses, Contekstual
Teaching and Learning dan lain sebagainya.
3.
Masalah efektivitas dan efisiensi.
Efektivitas
berhubungan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang didesain
oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik tujuan dalam skla yang
sempit seperti tujuan pembelajaran khusus, maupun tujuan dalam skala yang lebih
luas, seperti tujuan kurikuler, tujua institusional dan bahkan tujuan nasional.
Dengan demikian, dalam konteks kurikulum dan pembelajaran suatu program
pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efektivitas yang tinggi manakala
program tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Misalkan, untuk
mencapai tujuan tertentu, guru memprogramkan 3 bentuk kegiatan belajart
mengajar. Manakala berdasarkan hasil evaluasi setelah dilaksanakan program
kegiatan belajar mengajar itu, tujuan pembelajaran telah dicvapai oleh seluruh
siswa, maka dapat dikatakan bahwa program itu memiliki efektivitas yang tinggi.
Sebaliknya, apabila diketahui setelah pelaksanaan proses belajar menajar, siswa
belum mampu mencapai tujuan yang diharapkan , maka dapat dikatakan bahwa
program tersebut tidak efektif.
Dengan
cara yang sama, dapat dilakukan untuk melihat efektivitas program pendidikan
dalam upaya mencapai tujuan yang lebih luas, misalkan tujuan institusional.
Untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan (institusi) tertentu diberikan
sejumlah program pendidikan baik program interakulikuler maupun program
ekstrakurikuler. Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap lulusan lembaga
pendidikan yang bersangkutan diketahui bahwa setiap lulusan memiliki kebmampuan
sesuai dengan tujuan lembaga itu, maka program pendidikan yang dilaksanakan
dianggap efektif; dan sebaliknya manakala lulusan tidak mencerminkan kemampuan
yang diharapkan, maka program pendidikan yang diselengggarakan oleh lembaga
yang bersangkutan dianggap kurang
efektif.
Efisiensi
berhubungan dengan jumlah biaya, waktu dan tenaga yang digunakan untuk mencapai
tujuan tertentu. Artinya, sesuatu program pembelajaran dikatakan memiliki
tingkat efisiensi yang tinggi, manakala dengan jumlah biaya yang minimal dapat
menghasilkan atau dapat mencapai tujuan yang maksimal. Sebaiknya, program
dikatakan tidak efesien apaila biaya dan tenaga yang dikeluarkan sangat besar,
akan tetapi hasil yang diperoleh kecil. Sehubungan dengan masalah efisiensi
ini, sebaiknya setiap guru membuat program yang benar-benar dapat menunjang
kertercapaian tujuan pembelajaran. Sekolah dan guru harus menghindari
program-program kegiatan yang banyak memerlukan biaya, waktu dan tenaga,
padahal kegiatan tersebut tidak atau krang mendukung terhadap pencapaian tujuan
pendidikan.
4.
Masalah daya tampung yang terbatas.
Masalah
lain yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah terbatasnya daya
tampung sekolah khususnya pada tingkat SLTP. Masalah ini muncul setelah
keberhasilan penyelenggaraan SD inpres, yang mengakibatkan meledaknya lulusan
sekolah dasar, sehingga menuntut pemerintah untuk menyediakan fasilitas agar
dapat menampung para lulusan SD yang hendak melanjutkan ke SLTP.
Keberhasilan
program inpres ini juga membawa dampak kepada permasalahan akan banyaknya minat
lulusan SD yang hendak melanjutkan ke SLTP, padahal kondisi geografis, social,
ekonomi mereka yang kurang mendukung, misalkan karena tempat tinggal mereka
yang jauh berada di pedalaman atau pulau-pulau terpencil, atau kemaampuan
social ekonomi mereka yang rendah. Untuk memecahkan masalah yang demikian,
pemerintah memerlukan langkah-langkah yang inovatif, yaitu langkah yang dapat
menyediakan kesempatan belajar seluas-luasnya untuk mereka dengan biaya yang
rendah tanpa mengurangi mutu pendidikan.
C. Difusi dan
keputusan inovasi
Difusi adalah proses
komunikasi atau saling tukar informasi tentang suatu bentuk inovasi antara
warga masarakat sasaran sebagai penerima inovasi dengan menggunakan saluran
tertentu dan dalam waktu tertentu pula.
Ada dua bentuk system
difusi, yaitu difusi sentralisasi dan difusi desentralisasi. Difusi sentralisasi adalah difusi yang
bersifat memusat. Artinya segala bentuk keputusan tentang komunikasi inovasi
ditentukan oleh orang- orang yang merumuskan bentuk inovasi. Misalnya, kapan
inovasi itu disebarluaskan, bagaimana caranya, siapa yang terlubat unutk
menyebarkan informasi inovasi, bagaimana mengontrol penyebaran itu, seluruhnya
ditentukan oleh pembawa dan perumus perubahan secara spontan. Sedangkan yang
dimaksud difusi desentralisasi
proses penyebaran itu seluruhnya ditentukan oleh pembawa dan perumus perubahan
secara spontan, sedangkan yang dimaksud difusi desentralisasi proses penyebaran
informasi inovasi dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Dalam proses difusi
desentralisasi keberhasilan difusi tudak ditentukan oleh orang-orang yang
merumuskan inovasi akan tetapi sangat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri sebagai
penggagas dan pelaksana difusi.
Proses difusi diarahkan
agar muncul pemahaman yang sama tentang inovasi. Oleh karena itu, agar terjadi
proses difusi yang efektf perlu direncanakan. Proses perencanaan difusi
dinamakan diseminasi. Dengan kata lain deseminasi dapat diartikan
sebagai proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan dan dikelola
secara baik, dengan demikian, keberhasilan suatu penyebaraninovasi sangat
terbantung kepada prosses diseminasi.
Bagaimana agar terjadi
proses difusi sehingga inovasi itu mudah diterima oleh anggota masyarakat atau
sasaran inovasi? Hal ii tergantung beberapa factor di antaranya:
1. Faktor
pembiayaan (Cost). Biasanya semakin murah biaya yang dileluarkan untuk suatu
inovasi, maka akan semakin mudah diterima oleh kelompok masyarakat sasaran,
walaupun kualitas inovasi itu sendiri sangat ditentukan oleh mahalnya biaya
yang dikeluarkan. Misalnya, mengapa PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan)
sebagai suatau bentuk inovasi penyelenggaraan system pendidikan tidak
dilanjutkan? Hal ini mungkin bukan karena ketidakberhasilan sestem pendidikan
etu, akan tetepi terlalu mahalnya embiayaan yang harus dikeluarkan dibandingkan
dengan persekolahan biasa.
2. Risiko
yang muncul sebagai akobat pelaksanaan inovasi. Inovasi akan mudah diterima
manakala memiliki efek samping yang sangat kecil, baik yang berkaitan dengan
polotok maupun keamanan dan keselamatan penerimanya. Suatu inovasi tidak akan
mudah dan dapat di ertima apabila memiliki risiko yang tinggi.
3. Kompleksitas.
Inovasi akan mudah diterima oleh masyarakat sasaran maknakala bersifat
sederhana dan mudah dikomunikasikan. Semakin rumit bentuk inivasi itru, maka
akan semakin sulit juga untuk diterima.
4. Kompabilitas.
Artinya, mudah atau sulutnya suatu invasi diterima oleh masyrakat sasaran
ditentukan juga oleh kesesuaianya dengan kebutuhan, tingkat pengetahuan, dan
keyakinan masyarakat pemakai. Suatu bentuk inivasi akan sulit diterima
manalkala tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai atau sulit dipahami karena tidak
sesuai dengan tingkat pemgetahuan mereka.
5. Tingkat
keandalan. Suatu bentuk inovasi akan mudah diterima manakala diketahui tingkat
keandalannya. Untuk mengetahui tingkat keandalannya itu bentuk inovasi terlebih
dahulu harus diujivobakan secara ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Tanpaa keandalan yang pasti, orang akan ragu untuk mengadopsinya.
6. Keterlibatan.
Bentuk inovasi yag dalam proses penyusunannya melibatkan kelompok masyarakat
sasran, akan mudah diterima. Misalkan untuk pembaruan dalam system
pembelajaran, proses penyusunan inovasi melibatkan PGRI sebagai organisasi guru
atau melibatkan perwakolan guru-guru tertentu yang dianggap berpengalaman.
7. Kualitas
penyuluh. Inovasi perlu disosialisasikan untuk diketahui dan dipahami oleh
masyarakat sasaran. Dalam proses sosilisai itu perlu dirancang sedeminian rupa
sehingga mudah dipahami. Salah satu
factor yang menentukan dalam proses sosialisasi adalah factor kualitas penyluh.
Kualitas penyuluh ditentukan bukan hanya oleh kemampuan penyuluhnya saja, akan
tetapi tingkat keahlian yang bersangkutan. Proses penyuluhan yang dilakukan
oleh seseorang yang dianggap kurang berpengalaman, akan sulit meyakinkan
madsyarakat sasaran.
Faktor-faktor diatas,
sangat mempengaruhi keberhasilan penyebaran dan penerimaan inovasi pendidikan.
Oleh karena itu factor-faktor tersebut dapat juga dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam perumusan berbagai bentuk inovasi pendidikan.
Selanjutnya, bagaimana
keputusan masyarakat sasaran dalam menerima suatu inovasi. Ibrahim (1988)
menyatakan ada tiga tipe keputusan penerimaan inovasi, yaitu keputusan inovasi
opsional, kolektif keputusan otoritas. Keputusan opsional adalah keputusan yang
ditentukan oleh individu secara mandiri tanpa adanya pengaruh dari orang lain.
Jadi dengan demikian, dalam keputusan opsional yang berperan untuk menolah atau
menerima inovasi adalah individu itu sendiri.
Keputusan inovasi
kolektif adalah keputusan yang didasarkan oleh kesepakatan bersama dari setiap
kelompok masyarakat. Setiap anggota kelompok harus menaati untuk menerima atau
menolak inovasi sesuai dengan keputusan kelimpok walaupun keputusan itu mungkin
kurang sesuai dengan pendapatnya.
Keputusan inovasi
otritas, adalah keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi ditentukan
oleh orang-orang tertentu yang memiliki kewenangan dan pengaruh terhadap
anggota kelompok masyarakatnya. Anggota kelompok masyarakat sama sekali tidak
memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak. Mereka hanya memiliki
kewajiban untuk melaksanakan segala keputusan secara otoritas. Misalkan, kalau
kepala dinas pendidikan mengharuskan semua guru untuk menerapkan metode SAS
dalam pembelajaran bahasa, maka setiap guru harus melaksanakannya, walaupun
mungkin ada guru yang menganggap metode tersebut kurang pas.
D. Ciri-cir inovasi.
Seperti yang telah di
bahas sebelumnya, inovasi termasuk inovasi pendidikan merupakan pemikiran
cemerlang yang bercirikan hal baru ataupun berupa praktik-praktik tertentu
ataupun berupa produk dari suatu hasil olah-pikir dan olah teknologi yang diterapkan melalui
tahapan tertentu. Yang diyakini dan dimaksudkan untuk memecahkan persoalan yang
timbul dan memberbaiki suatu keadaan tertentu ataupun proses komunikasi yang
dilakukan dengan menggunakansaluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu
di antara angggota system social masyarakat. Dengan demikian difusi inovasi
pendidikan adalah suatu proses untuk mengkomunikasikan suatu inovasi saluran
komunikasi tertentu dan berlangsung sepanjang waktu.
Dalam prosesnya, difusi
inovasi pendidijkan tidak serta merta gampang dilaksanakan. Persoalannya,
seolah ada pemisah antara hal-hal yang diketahui sebagaiproduk inovasi,
dengankemungkinan diadopsi atau tidaknya suatu inovasi dilapangan. Oleh sibab
itu, dalam proses difusi inovasi dibutuhkan waktu yang cukup lama, bulanan atau
bahkan tahunan, untuk menjadikan produk inovasi dapat diadopsi oleh seseorang
atau kelompok masyarakat. Dalam kaitannya dengan proses difusi inovasi itu,
Roger mengemukakan ada empat cirri penting yang mempengaruhi difusi inovasi,
termasuk inovasi pendidikan, yaitu:
1).
Esendi inovasi itu sendiri
Dalam kaitannya dengan esensi inovasi, paling tidak ada tiga
hal yang berkaitan erat, yaitu teknologi, informasi dan pertimbangan
ketidakpastian; dan renovasi. Teknologi adalah suatu desain aksi kegiatan yang
ditempuh guna mengurangi ketidakpastian dalam hubungan sebab akibat dari hasil
yang ingin dicapai. Dengan demikina adanya teknologi termasuik pemanfaatan
teknologi informasi dalam difusi inovasi antara lain untuk menjawab persoalan
dalam hal mengurangi ketidakpastian masa depan.
2).
Saluran komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses dimana
partisipan berbagi informasi untuk mencapai pengertian satu sama lain.
Komunikasi linear atau sering disebut dengan komunikasi satu arah memiliki ciri adanya penyandian yang
dilakukan pengirim pesan dan interpretasi oleh penerima, serta antisipasi
kemungkinan adanya gangguan dalam proses
komunikasi yang berlangsung.
Pada tahun 1979, Lawrence Kincaid
mengembangnkan model komunikasi konvergen, yang bercirikan adanya beberapa
komponen utama yaitu informasi, ketidakmentuan, konvergen, saling pengertian,
saling menyetujui, kegiatan bersama dan hubungan jalinan. Dalam telaah lain
komunikasi dapat diklasifikasikan pada dua hal yaitu: komunikasi homofil, dan
komunikasi heterofil.
Komunikasi
homofil adalah proses komunikasi yang dilakukan oleh dua individu atau kelompok
yang dikategorikan memiliki kesaman satu sama lain. Ciri dari komunikasi ini
adalah kepercayaan, pendidikan, status sosial, dan sejenisnya. Dalam
kaitannya dengan difusi inovasi yang dimaknai sebagai penyebarluasan dari
gagasan inovasi tersebut melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan
menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu diantara
anggota sistem sosial masyrakat. Maka difusi inovasiyang dilkukan pada
masyrakat yang homogen atau bersifat homofil akan menghasilkan homofil hasi
komunikasi yang positif.
Jenis
komunikasi lainnya adalah komunikasi heterofil yaitu proses komunikasi yang dilkukan
oleh dua orang atau lebih, dimana pengirim pesan dan penerima pesan memiliki
latar belakang yang berbeda, baik
dilihat dari sosial budaya, pendidikan, agama, atau karakteristik sosial
lainnya. Dalam difusi inovasi yang dimaknai sebagai penyebarluasan dari gagasan
inovasi tersebut melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan
menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu diantara
anggota sistem sosial masyrakat. Oleh karena proses komunikasi yang dilakukan
bersifat heterofil maka proses difusi inovasi tak senantiasa berjalan mulus
karena perbedaan latar belakang.
3).
Waktu dan proses penerimaan
Berikut
adalah tahapan dari model proses keputusan inovasi, yaitu
Tahap
pengetahuan, tahap ini berlangsung apabila individu/ kelompok, membuka diri
terhadap adanya suatu inovasi serta ingin mengetahui bagaimana fungsi dan peran
inovasi tersebut memberi kontribusi perbaikan dimasa mendatang.
Tahap
bujukan, tahap ini berlangsung manakala individu atau kelompok mulai memebentuk
sikap menyenangi atau bahkan tidak menyenangi terhadap inovasi.
Tahap
pengembilan keputusan, tahap dimana
sesorang atau kelompok melakukan aktivitas yang mengarah kepada
keputusan untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.
Tahap
implementasi, tahap ini berlangsung ketika sesorang atau kelompok menerapkan
atau menggunakan inovasi itu dalam kegiatan organisasinya.
Tahap
konfirmasi, tahap dimana sesorang atau kelompok mencari penguatan terhadap
keputusan inovasi yang dilkukannya.
Sistem
sosial
4). System
social
Sistem sosial merupakan berbagai unit yang saling berhubungan
satu sama lain dalam tatanan masyarakat dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Struktur sosial pada dasarnya merupakan penyusun yang terpola
dari berbagai unit dalam sutu sistem. Adanya struktur sosial menghasilkan
bebrapa keuntungan dalam perkembangan menghadapi dinamika sosial masyarakat.
Hal yang pertama yaitu memberikan dorongan stabilitas dan ketaatan akan hukum
khususnya dalam konteks sistem sosial yang ada, hal kedua adanya struktur
sosial akan mampu mempresdiksikan kecendurungan prilaku masyrakat.
E. Prosedur
Pengembangan Kurikulum Berbasis Keterpaduan
Sekarang ini ada
kecenderungan guru mengemas pengalaman belajar siswa terkotak-kotak dengan
tegas antara bidang studi satu dengan bidang studi lainnya, kurikulum yang
memisahkan penyajian mata-mata pelajaran secara tegas hanya akan membuat
kesulitan bagi siswa, karena pemisahan seperti itu akan memberikan pengalaman
belajar yang bersifat artifisial. Sementara di jenjang sekolah dasar khususnya
siswa pada kelas-kelas awal lebih menghayati pengalamannya secara totalitas,
hal ini akan mengundang kesulitan belajar dengan pemilahan-pemilahan pengalaman
secara artifisial tersebut.
Sesuai dengan teori
Gestalt yang mengedepankan pengetahuan yang dimiliki siswa dimulai dari
keseluruhan baru menuju bagian-bagian. Siswa pada jenjang sekolah dasar paling
dominan menghayati pengalamannya masih berfikir secara keseluruhan, mereka
masih sulit menghadapi pemilihan yang artifisial(terpisah-pisah). Ini berarti siswa
kelas rendah di sekolah dasar itu melihat dirinya sebagai pusat lingkungan yang
merupakan suatu keseluruhan yang belum jelas unsur-unsurnya dengan pemaknaan
secara holistik yang bertitik tolak dari yang bersifat konkrit. Melalui
pemikiran tersebut, maka kurikulum terpadu yang berangkat dari bentuk rencana
umum dan dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran unit (unit teaching). Rencana
umum yang dimaksudkan adalah organisasi kurikulum yang berpusat pada bidang
masalah, idea, core atau thema tertentu yang dapat digunakan untuk melaksanakan
suatu pengajaran unit. Dengan perkataan lain, resource unit adalah unitunit
yang telah siap dibuat dan disusun secara umum, lengkap dan luas serta
merupakan reservoir bagi pengembangan pembelajaran unit.
- Tujuan sumber unit
- Tujuan pendidikan dan pembelajaran unit antara lain:
1)
Menyediakan sumber-sumber yang dapat
digunakan dalam merencanakan sesuatu unit dan berisi saran-saran,
petunjuk-petunjuk tentang kegiatan-kegiatan siswa, baik secara perorangan
maupun secara kolektif.
2)
Memberikan bimbingan atau petunjuk dalam
menentukan lingkup masalah atau syarat-syarat tentang tingkat tujuan yang
hendak dicapai.
3)
Memuat hal-hal yang dapat dijadikan
petunjuk dan bantuan mengajar secara teratur dan tersusun agar lebih efektif.
4)
Memuat saran tentang penilaian.
5)
Menunjukkan bermacam-macam pengalaman
tertentu yang dapat dipergunakan guru dan mengembangkan satuan pengajaran.
- Kriteria penyusunan rencana umum
1)
Rencana umum bernilai atau dapat
digunakan di dalam banyak situasi dan bersifat fleksibel, baik isi maupun
prosedur-prosedur mengajar dan belajar.
2)
Rencana umum dikembangkan oleh kelompok
guru dan bukan hanya oleh seorang guru saja.
3)
Cara yang paling efektif adalah apabila
rencana tersebut dilaksanakan oleh kelompok guru yang telah mempersiapkannya.
4)
Rencana umum disusun sedemikian rupa
agar mudah dilakukan dan diubah sesuai dengan kondisi dan fasilitas yang
tersedia.
5)
Program ini menyediakan cukup persiapan
fasilitas, waktu bagi peserta pelayanan dan ketatausahaan
- Organisasi dan isi rencana umum
1)
Filsafat dan tujuan sekolah seharusnya
betul-betul dipahami oleh guru yang menyusun guru unit ini dan dirumuskan
secara jelas.
2)
Tujuan rencana tersebut seharusnya
memberikan sumbangan yang bermakna bagi pencapaian tujuan sekolah dan
memberikan arah bagi pengembangan pembelajaran.
3)
Ruang lingkup resource unit berisikan
suatu perumusan scope yang jelas seperti pembatasan istilah yang digunakan,
untuk tingkatan kelas mana unit itu dipersiapkan dan referensi yang membantu
guru terhadap daerah permasalahan.
4)
Kegiatan yang disarankan meliputi
sejumlah kegiatan belajar bagi individu dan kelompok dipilih secara diorganisir
agar dapat dipergunakan secara efektif.
5)
Rencanakan secara lengkap buku-buku
sumber dan alat bantu yang akan digunakan.
6)
Prosedur evaluasi dan alat-alatnya
dipilih sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan dan menjadi bagian integral
dari rencana umum.
7)
Penglaman dalam suatu unitkerap kali
membantu guru dalam perencanaan unit-unit selanjutnya. Sesuatu rencana umum
berisi banyak kemungkinan yang mendorong penyelidikan dan belajar hal-hal yang
baru diketahui.
8)
Diperlukan diskusi tentang berbagai
rencana umum dalam rangka perencanaan secara kooperatif. Rencana tersebut
berisikan saran-saran bagi guru tentang cara-cara yangdapat dilakukan dalam
pelaksanaan pengajaran unit.
- F. Hambatan-hambatan inovasi
1) Suatu
pembaruan atau inovasi sering tidak berhasil dengan optimal. Hal ini desebabkan
oleh adanya berbagai hambatan yang
muncul seperti hambatan geografis, hambatan ekonomi yang tidak memadai,
hambatan social cultural dan lain sebagainya. Berbagai hambatan tersebut tentu
saja dapat memengaruhi keberhasilan suatu inovasi. Ibrahim (1988) mencatat ada
6 faktor utama yang dapat menghambat suatu inovasi. Keenam factor tersebut
dijelaskan dibawah ini.
- Estimasi yang tidak tepat
1) Sering
terjadi kegagalan suatu inovasi disebabkan kurang matangnya perkiraan atau
kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul.
2) Factor
estimasi atau perencanaan dalam inovasi merupakan salah satu factor yang sangat
berpengaruh terhadap keberhadilan inovasi. Hambatan yang disebabkan kurang
teptnya estimasi ini di antaranya mencakup kurang adanya pertimbangan
implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antarangggota team
pelaksana, kurang adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang ingin dicapai,
tidak adanya koordinasi antar petugas yang terlibat misalnya, dalam hal
pengambilan keputusan dan kebijakan yang dianggap perlu. Disamping itu, dalam
proses perencanaan juga mungkin terjadi hambatan yang muncul dari luar,
misalnya adanya tekanan dari pihak tertentu (seperti pemerintah) utntuk
mempercepat hasil inovasi.
3) Untuk
mencegah adanya hambatan di atas, maka proses menyusun perencanaan inovasi
perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan melibatkan koordinasi berbagai
pihak yang dirasakan akan berpengaruh. Pengaturan wewenang dan tugas perlu
direncanakan dengan matang sehingga setiap orang yang terlibat mengetahui tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing.
- Konflik dan motivasi
1) Konflik
biasa terjadi dalam proses pelaksanaan inovasi, misalny ada pertentangan antara
anggota tim, kurang adanya pengertian serta adanya pertentangan antara anggota
tim inovasi. Pertentangan-pertentangan seperti itu bukan saja dapat menghambat
akan tetapi mungkin dapat merusak proses inovasi itu sendiri. Oleh karena itu,
para perancang inovasi harus mengantisipasi adanya pertentangan tersebut. Di
samping konflik, factor yang dapat menghambat bias juga ditambah oleh motivasi,
misalnya motivasi yang lemah dari orang-orang yang terlibat yang justru
memegang kunci, adanya pandangan yang sembit dari beberapa orang yang dianggap
penting dalam proyek inovasi, bantuan-bantuan yang tidak sampai, adanya sikap
yang tidak terbuka dari pemegang jabatan proyek inovasi dan lain sebagainya.
- Inovasi tidak berkembang.
1) Hambatan
lain yang dapat mengganggu berjalannya inovasi dapat disebabakan kurang
berkembannya proses inovasi itu sendiri. Beberapa factor yang dapat memengaruhi
diantaranya, pendapat yang rendah, factor yang dapat memengaruhi di antaranya,
pendapat yang rendah, factor geografis, seperti tidak memahami kkondisi alam.,
letak geografis yang terpencil dan sulit dijangkau oleh alat transformasi
sehingga dapat menghambat pengiriman bahan-bahan financial, kerangnya sarana
komuikasi, iklim dan cuaca yang tidak mendukung dan lain sebagainya.
- Masalah financial
1) Keberhasilan
pencapaian program inovasi sangat ditentukan oleh dana yang tersidia. Sering
terjadi kegagalan inovasi dikarenakan dana yang tidak memadai. Beberapa factor
yang dapat menyebabkan maslah financial ni di antaranya, bantuan dana yang
sangat minim sehingga dapat mengganggu dalam operasional inovasi, kondisi
ekonomi masyarakat secara keseluruhan, menundaan bantuan dana.
- Penolakan dari kelompok penenu
1) Ketidakberhasilan
inovasi dapat juga ditentukan oleh khususnya kelompok masyarakat yang
menentukan seperti golongan elite, tokoh masyarakat dalam suatu system social,
manakala terjadi penolakan dari kelompok tersebut terhadap suatu inovasi, maka
proses inovasi akan mengalami ganjalan.
Penolakan inovasi sering ditunjukan oleh kelompok social yang tradisional dan
konservatif. Kelompok social yang demikian, biasanya merasa puas dengan hasil
yang telah diapai, bagaimanapun hasil itu dirasakn sangat minimal. Untuk itulah
dalam upaya keberhasiklan inovasi perlu dilakukan sosialisasi dan koordinasi
dengan berbagai pihak.
- Kurang adanya hubungan social
1)
Faktor
lainnya yang dapat menghambat proses inovasi adalah kurang adanya hubungan sosial yang baik antara berbagai pihak
khususnya bantar anggota team, sehingga terjadi ketidak harmonisan dalam bekerja.
Dengan demikian, adanya hubungan yang
baik harus diciptakan dengan melakukan pertukaran pikiran secara kontinu antara
sesame anggota team.
G. Berbagai jenis inovasi
dalam kurikulum dan pembelajaran.
Sebagai usaha
mengefektifkan pencapaian tujuan pendidikan, pemerintah terus-menerus malakukan
berbagai perbaikan dan pembaharuan pendidikan dan kurikulum. Beberapa pembaharuan (inovasi) yang telah dilakukan
dikemukakan di bawah ini;
1.
Pemberlakuan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP)
Sejak lama bahkan sejak kemerdekaan
repblik Indonesia ini, kurikulum di Indonesia disusun secara terpusat. Sekolah
kurang bahkan tidak diberi ruang yang ukup untuk mengembangkan kurikulum
sendiri. Sekolah dan tentu saja guru hanya berfungsi sebagai pelaksana
kurikulum yang seluruhnya di atur oleh pusat, mullah isi pelajaran, system
penilaian bahkan waktu pemberian materi pelajaran kepada siswa melalui bentuk
kurikulum yang bersifat matriks. Baru sejak tahun 2006, terjadi perubahan
kebijakan pemerintah mengenai kurikulum seiring dengan diberlakukannya undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. Kurikulum tidak lagi
sepenuhnya diatur oleh pusat, akan tetapi ditentukan oleh daerah masing-masing
melalui kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan
berdasarkan standar nasional pendidikan (BSNP). Dilihat dari adanya perubahan
system manajemen kurikulum itulah, maka dapat kita katakana bahwa pemberlakuan
KTSP merupakan salah satu bentuk inovasi kurikulum yang ada di Indonesia. Tidak
demikian dengan KTSP sebagai kurikulum operasioanal, disusun dan dikembangkan oleh sekolah seauai dengan
kondisi daerah.
Makakala kita analisis konsep di atas,
maka ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum operasional. Pertama,
sebagai kurikulum yang bersifat operasional. Maka dalam pengembangannya,
KTSP tidak akan lepas dari ketetapaan-ketetapai yang telah disusun pemerintah
sevara nasional. Artinya walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan
kurikulum akan tetapi kewenangan itu hanya sebatas pada pengembangan
operasionalnya saja; sedangkan yang menjadi rukukan pengebmbangannya itu
sendiri ditentukan oleh pemerintah, misalnya jenis mata pelajaran beserta
jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran itu sendiri serta jumlah jam pelajaranya, isi dari setiap mata
pelajaran itu sendiri sert kompetensi yang harus dicapai oleh setiap mata
pelajaran itu. Hal ini sesuai dengan undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1, yang menjelaskan bahwa pengembangan
kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tukuan
pendidikan nasional. Daerah dalam menentukan isi pelajaran terbatas pada
pengambangan kurikulum muatan lolkal, yakni kurikulum yang memiliki kekhasan
sesuai dengan kebutuhan daerah, serta aspek pengembangan diri yang sesuai
dengan minat siswa. Jumlah jam pelajaran kudua aspek tersebut ditentukan oleh
pemerintah.
Kedua,
sebagai
kurikulum operasional, para pengembang KTSP, di tuntut dan harus memerhatikan
cirri khas kedaerahan, sesuai dengan bunyi Undang-undang No. 20 Tahun 2003 ayat
2, yakni bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan
dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah,
dan peserta didik. Persoalan ini penting untuk dipahami, sebab walaupun
standaar isi ditentukan oleh pemerintah, akan tetapi dalam operasional
pembelajarannya yang direncanakan dan dilakukan oleh guru dan pengembang
kurikulum tidak terlepas dar keadaan
dan kondisi daerah.
Ketiga,
sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum di daerah memiliki
keleluasaan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit pelajaran, misalnya
dalam mengemangkan strategi dan metode pembelajaran, dalam menentukan media
pembelajaran dan dalam menentukan evaluasi yan gdilakukan termasuk dalam
menentukan berapa kali pertemuan serta kapan suatu topic materi harus
dipelajari siswa agar kompetensi dasr yang telah ditentukan dapat tercapai.
Sebagai kurikulum operasional, KTSP memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. KTSP adalah kurikulum sebagai sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu.
Hal ini dapat kita lihat dari struktur kurikulum KTSP yang memuat sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Setiap mata pelajara yang
harus dipelajari ituselain sesuai dengan nama-nama disiplin ilu juga ditentukan
jumlah jam pelajaran secara ketat, maka dapat dikatakan bahwa KTSP merupakan
kurikulum yang berorientasi pada sdisiplin ilmu.
b. KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada
pengemangan individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran
dalam KTSP yang menekankan pada aktivitasa siswa untuk mencari dan menemukan
sendiri matei pelajaran melalui berbagai pendikatan dan strategi pembelajaran yang disarankan
misalnya, melalui CTL, inkuiri, pembelajaran fortopolio dan lain sebagainya.
Demikian juga, secara tegas dalam struktur kuikulum terdapat komponen
pengembangan diri.
c. KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan
daerah. Hal ini tampak pada salah satu prinsip KTSP yakni berpusat pada potensi
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkunganya. Dengan
demikian, maka KTSP adalahkurikulum yang dikembangkan oleh daerah. Bahkan,
dengan program muatan lokalnya KTSP didasarkan pada keberagaman kondisi,
social, budaya yang berbeda masing-basing daerahnya.
d. KTSP merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat
dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian di
jabarkan pada indicator hasil belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur
sebagian bahan penilaian.
2. Penyelenggaraan sekolah lanjutan
pertama terbuka (SLTPT)
SLTPT terbuka
merupalkan sekolah menengah umum tingkat pertama yang kegiatan belajarnya
dilaksanakan sebagian besar di luar gedung sekolah. Penyampaian pelajaran
dilakukan dengan memenfaatkan berbagai media sebagai pengganti guru, misalnya
dengan menggunakan paket belajar berupa modul dan pemanfaatan media elektronik
seperti radio.
SLTPT terbuka
diselenggarakan untuk meningkatkan pemerataaan pendidikan, khususnya bagi
lulusan SD yang ingin melenjutkan pendidikannya, akan tetapi tidak dapat merealisasikan
niatnya disebbkan faktor
geografi, social dan ekonomi. Ciri-ciri SLTPT terbuka adalah sebagai berikut:
a. Terbuka
bagi peserta didik tanpa pembatasan umur dan syarat-syarat akademis.
b. Terbuka
dalam memilih program belajar untuk mencapai ijazah formal untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan jangka pendik yang bersifat praktis, incidental dan
individual (perorangan).
c. Dalam
prosees belajar mengajar bersifat terbuka yang tidak selalu harus
diselenggarakan di dalam kelas mellui tatap muka dengan guru, akan tetapi dapat
dilakukan di luar kelas sesuai dengan kesempatan masing-masing dengan belajar
melalui berbagai media, seperti fadio, media cetak, film, foto dan lai
sebagainya.
d. Peserta
didik dapat secara bebbbbas mengikuti program belajar sesuai dengan kesempatan
yang tersedia.
e. SLTP
Terbuka dikelola secara terbuka, dengan melibatkan pegawai negeri, para tokoh
masyarakat, orang tua peserta didik dan pamong pemerintah setemat.
Tujuan yang ingin dicapaaaai oleh SLTP
Terbuka adalah agar lulusan:
a. Menjadi
warga Negara yang baik sebagai manusia yang sehat, dan kuat lahir dan batin.
b. Menguasai
hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di sekolah
dasar.
c. Memiliki
bekal untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah lanjutan atas dan utuk tujuan ke
masyarakat.
d. Meningkatkan
didiplin siswa.
e. Menilai
kemajuan siswa dan memantapkan hasil pelajaran dengan media.
3.
Pengajaran melalui
modul
Pengajaran melalui odul
merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan yang pernah ada di Indonesia
yang digunakan dalam berbagai penyelennggaraan pendidikn baik formal maupun non
formal.
Dalam konkeks
pembelajaran, modul dapat diartikan sebagai suatu unit lengkap yang berdiri
sendiri yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk
membantu peserta didik mencapai sejumlah tujuan yang durumuskan secra khusus
dan jelas. Dalam sebuah modul durumuskan suatu unit pengajaran secra jelas, dru
mulai juruan yang harus dicpai, petunjuk pembelajaran atau rangkaian pembelajaran
atau rangkaian kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa, materi pembelajaran
sampai kepada evaluasi beserta pedoman menentukan keberhasilannya. Dengan
demikian, melalui modul siswa dapat belajar mandiri (self instructon),
tanpa bantuan guru.
KESIMPULAN
Inovasi dapat diartikan
sebagai sesuatu yang baru dalam situasi social tertentu yang digunakan untuk
menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari bentuk atau wujudnya
“sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan.
Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bias benar-benar baru
yang belum tercipta sebelumnya yang kemudian disebut dengan invention, atau dapat juga tidak
benar-benar baru sebab sebelumnya sudah ada dalam konteks social yang lain yang
kemudian disebut dengan istilah discovery.
Ada beberapa masalah
yang dihadapi dunia pendidikan kita. Sekalipun telah diberlakukannya otonomi
daereh sebagai konsekuansi penerapan undang-undang nomor 22 tahun 1999,
permasalahan itu tampaknya akan tetap ada, bahkan akan semakin kompleks.
Masalah tersebut adalah masalah relevansi, masalah kualitas, masalah
efektivitas dan efisiensi, masalah daya tampung sekoloah yang terbatas.
1.
Masalah
relevansi pendidikan
2.
Masalah
kualitas pendidikan
3.
Masalah
efektivitas dan efisiensi.
4.
Masalah
daya tampung yang terbatas.
Difusi adalah proses
komunikasi atau saling tukar informasi tentang suatu bentuk inovasi antara
warga masarakat sasaran sebagai penerima inovasi dengan menggunakan saluran
tertentu dan dalam waktu tertentu pula.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa, E.; Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis, Bandung :
PT Remaja Rosdakarya. . 2006
Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP), Panduan Penyusunan Tingkat Satuanh Pendidikan. 2006
Mata Kuliah : Pembelajaran Pkn di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar